Validitas Konkuren (concurrent validity)-Validitas ini lebih umum disebut validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Hal ini menunjukkan bahwa tes dipasangkan dengan hasil pengalaman, sehingga hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan (Arikunto, 2006: 65). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sudjana (1991: 15) concurrent validity merupakan tes yang memiliki persamaan dengan tes sejenis yang telah ada atau yang telah dibekukan.
Sama halnya pendapat Widoyoko (2009: 132) sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas kesejajaran apabila hasilnya sesuai dengan kriteria yang sudah ada, dalam arti memiliki kesejajaran dengan kriteria yang sudah ada. Hal serupa dikemukan oleh Sukardi (2011, 34) bahwa validitas konkruen adalah derajat dimana skor dalam tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat.
Validitas kesamaan suatu tes artinya membuat tes yang memiliki persamaan dengan sejenis yang telah ada atau yang telah dibakukan. Kesamaan tes terlingkupnya abilitas yang diukurnya, sasaran atau objek yang diukurnya, serta waktu yang diperlukan. (Sudjana, 2013: 15).
Lebih dalam lagi menurut Nurgiyantoro (2009: 105-106) concurrent validity (kesahihan sejalan) menunjukkan pengertian apakah tingkat kemampuan seseorang pada suatu bidang yang diteskan mencerminkan atau sesuai dengan skor bidang yang lain yang mempunyai persamaan karakteristiknya.
Validitas kesamaan suatu tes adalah melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Apabila menunjukkan indeks korelasi yang cukup tinggi, yakni mendekati angka satu (korelasi sempurna), berarti tes yang disusun tersebut memiliki validitas kesamaan. (Sudjana, 2013: 16).
Untuk menguji tingkat kesahihan sejalan, biasanya dilakukan dengan mengkorelasikan antara hasil tes (alat tes yang diuji) dengan hasil tes bidang yang lain yang sekarakteristik tersebut (alat tes sebagai pembanding). Misalnya kita bermaksud menguji kesahihan sejalan tes penguasaan kosa kata secara aktif reseptif.
Penguasaan kosa kata secara aktif reseptif mempunyai persamaan sifat dengan kemampuan membaca karena sama- sama aktif reseptif. Hasil tes penguasaan kosa kata tersebut kemudian dikorelasikan dengan nilai pelajaran kemampuan membaca yang telah diperoleh sebelumnya. Tinggi rendahnya koefisien korelasi yang diperoleh dari perhitungan tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat kesahihan tes penguasaan kosa kata secara aktif reseptif yang diuji.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Purwanto (1992: 138) bahwa tes dikatakan memiliki concurrent validity apabila hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil suatu alat ukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula.
Validitas konkruen ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau pembedaan. Metode hubungan biasanya dilakukan dengan cara melibatkan antara skor-skor pada tes dengan skor tes yang telah baku atau kriteria tes yang sudah ada, misalnya tes GPA. Cara-cara membuat tes dengan validitas konkruen dapat dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut:
- Administrasi tes yang baru yang dilakukan erhadap grup atau anggota kelompok.
- Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada.
- Hubungan atau korelasikan dua tes skor tersebut.
Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang muncul menunjukkan derajat hubungan validitas ter yang baru. Jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru tersebut mempunyai validitas konkruen yang baik. Sebaliknya, tes yang baru dikatakan mempunyai validitas konkruen jelek, apabila koefisien yang dihasilkan rendah.
Metode pembeda merupakan validitas konkruen yang melibatkan penentuan suatu tes. Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan antara orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan, dengan seseorang yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Tes mental merupakan contoh nyata terapan suatu tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan cara benar untuk mengklarifikasi orang yang satu dengan orang lainnya, maka validitas konkruen tes tersebut memiliki daya pembeda yang baik.
[wpspoiler name=”Buka refference” ]Refference:
Arikunto, S. (2009). Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, B. (2009). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.
Purwanto, M. N. (1992). Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Sudjana, N. (1991). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Rosdakarya: Bandung.
Sukardi. (2011). Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar[/wpspoiler]